Rabu, 29 Oktober 2008

Ediorial

BERFIKIR CERDAS BERTINDAK CEPAT

KRISIS keuangan global sudah dan sedang terjadi. Tidak ada yang mambantah bahwa dunia, termasuk Indonesia, sudah dilanda krisis itu. Belajar dari krisis tahun 1997 / 1998, Pemerintah Indonesia sekarang semakin arif. Tidak percaya diri berlebihan, tetapi tidak juga cemas berkepanjangan. Yang paling penting, berpikir lebih cerdas dan bertindak lebih cepat.Sejauh menyangkut langkah antisipasif, pemerintah telah, bahkan terlalu banyak, menetapkan daftar keinginan berupa tujuh butir rekomendasi. Ditambah dengan 21 rekomendasi dari para pengusaha, daftar keinginan mengantisipasi krisis menggunung.

Tetapi seperti diketahui, dari setiap kali krisis melanda, daftar keinginan saja tidak cukup. Yang jauh lebih penting adalah tindakan nyata yang cepat dan cerdas.Keinginan-keinginan yang begitu banyak tidak dengan sendirinya bias dilaksanakan. Masih dibutuhkan tindakan administrative yang besar, regulasi yang banyak, dan penerapan yang berani. Salah satu contoh kecepatan dan keberanian dalam mengatasi krisis adalah dikeluarkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang menaikan jumlah simpanan yang dijamin pemerintah dari Rp.100juta manjadi Rp 2 miliar. Pemerintah juga mengelurkan Perppu tentang Perubahan kedua atas Undang-undang Bank Indonesia No.3 / 2004 mengenai perluasan jenis asset bangk yang bisa dijadikan agunan untuk memperoleh fasilitas pendanaan jangka pendek dari BI.

Hal yang amat krusial dari setiap situasi krisis adalah kepercayaan. Kepercayaan tentang kemampuan pemerintah menjamin uang nasabah dilingkungan perbankan akan menimbulkan ketenangan, yag pada gilirannya tidak memaksa orang berbondong-bondong menarik dananya. Perluasan jenis asset bank yang bisa memperoleh fasilitas pendanaan jangka pendek dari BI menciptakan ketenangan disektor perbankan juga. Bank-bank yang tidak memiliki SBI dan SUN tapi mempunyai banyak asset likuid bisa tenang mengahadapi ancaman krisis.

Karena seperti kita tahu, krisis keuangan selalu terjaadi ketika masyarakat panik dan perbakan juga panik, selama perbankan tenang, masyarakat juga tenang, krisis tidak perlu menghantam sebuah perekonomian terlalu sadis.Krisis-krisis yang berubah menjadi malapetaka biasanya dipicu kepanikan karena kehilangan kepercayaan terhadap lembaga-lembaga keuangan maupun kemampuan pemerintah mengatasinya.

Selain menuntun dan telah dibuktikan aksi yang cepat dan cerdas, krisis juga bisa dihadapi dengan kesamaan sikap terhadap krisis itu sendiri. Disaat krisis, keteladanan Negara menjadi penting. Kalau krisis sekarang memaksa kita untuk berhemat dan mengutamkan produk dalam negeri dan mengurangi nafsu impor sebesar-besarnya, itu harus diperlihatkan dengan sungguh-sungguh terutama oleh kaum elite. Oleh pemerintah, oleh elite politik dan elite ekonomi, Dan, pada akhirnya oleh kita semua sebagai bangsa.

Tidak ada komentar: